KONSEP DASAR
PROSES MORFOLOGIS
Nama : Monita
Sasi Prastiwi
Nim : 166101
Kelas : BINA 2016 B
Proses Morfologi pada Kata
A. Konsep Dasar Mengenai Proses Morfologi
Suatu kata dapat
digolongkan atas dua macam , yaitu kata yang bermorfem tunggal atau
monomorfemis , yaitu suatu kata yang monomorfemis tidak akan mengalami
peristiwa pembentukan sebelumnya sebab morfem itu merupakan satu – satunya
unsur atau anggota kata.Bentuk pergi pada kalimat ‘Dia harus pergi dari rumah
ini’ adalah kata,dan kata itu terdiri atas satu morfem, yaitu morfem { pergi
}.Dari morfem { pergi } kata pergi sama sekali tidak mengalami peristiwa
pembentukan.Yang kedua adalah polimorfemis , morfem – morfem yang menjadi
anggota kata ini mengalami peristiwa pembentukan sebelumnya.Peristiwa
pembentukan ini biasanya disebut proses morfologis.
Kita tentu sepakat bahwa kata
menyikat misalnya terdiri atas morfem { meN-}
dan { sikat } , kata pembangunan terdiri atas
morfem {peN-an} dan {bangun},kata baling – baling terdiri atas morfem {baling}
dan morfem {ulang}. Penggabungan morfem {meN-} dan {sikat} menjadi kata
menyikat , morfem {peN-an} dan {bangun} menjadi pembangunan.Itulah yang disebut
proses morfologis,sehingga menurut contoh diatas proses morfologis adalah peristiwa
penggabungan morfem satu dengan morfem lain yang menjadi kata.
B. Ciri – Ciri Kata yang Mengalami Proses
Morfologi
Jika kita telaah lebih jauh mengenai contoh-contoh
diatas,ternyata morfem-morfem yang membentuk atau yang menjadi unsur kata
berbeda-beda fungsinya.Ada yang berfungsi sebagai penggabungan ada yang
berfungsi sebagai penggabung.Berdasarkan contoh diatas ,morfem
{sikat},{bangun},{baling} berfungsi sebagai tempat penggabungan, sedangkan
morfem {meN-},{peN-},{ulang} berfungsi sebagai penggabung.Morfem yang sebagai
tempat penggabungan biasanya disebut bentuk dasar.
Di samping itu,dilihat dari wujudnya , bentuk dasar
dapat berupa pokok kata ,bahkan berupa kelompok kata.Misalnya bentuk dasar dari
kata menemukan , berjuang , dan perhubungan adalah temu,juang,dan hubung.Ciri
lain bahwa suatu kata mengalami proses morfologis adalah penggabungan atau
perpaduan morfem-morfem itu mengalami perubahan arti.Bentuk dasar cangkul
setelah digabung dengan morfem {meN-} menjadi kata mencangkul,yang berarti
‘melakukan pekerjaan dengan alat cangkul’,sedangkan bentuk dasar juang setelah
digabung morfem {ber-},sehingga menjadi kata berjuang yang artinya menjadi
‘melakukan tindakan juang’.Dengan demikian,apabila ada satu kata yang
seolah-olah mengalami perubahan dari bentuk dasarnya,tetapi sama sekali tidak
diikuti oleh penambahan atau perubahan arti,peristiwa ini tidak bisa dikatakan
sebagai hasil proses morfologis.Contoh kata membantu,kata itu sebagai hasil
perpaduan bentuk dasar bantu dan afiks {meN-}.Berpadunya afiks {meN-} dengan
bentuk dasar bantu diikuti dengan penyesuaian bunyi,yaitu dari {meN-} menjadi
{mem}.Penyesuaian ini didasarkan atas sifat bunya awal bentuk dasarnya,karena
bunyi awal bentuk dasar bantu adalah billabial (bunyi bibir),bunyi akhir afiks
{meN-} juga menyesuaikan diri menjadi bunyi nasal bilabial sehingga menjadi
mem,misal penggabungan {meN-} dengan basmi,buat,bidik menjadi
membasmi,membuat,membidik.Peristiwa morfologis seperti yang dicontohkan diatas
ternyata bersistem atau beraturan.Akan tetapi dalam bahasa Indonesia peristiwa
perubahan bunyi [a] kebunyi [i] tidak bersistem.Akan tetapi jika misalnya saja
disepakati ketua = laki-laki maka tidak pernah maka tidak disepakati ketui
untuk ketua perempuan, begitu juga remaja untuk pemuda dan remaji untuk
pemudi.Jadi dari kata putra dan putri,dewa dan dewi tidak perubahan bunyi dari
[a] à[i] tersebut tidak dipakai dalam bahasa Indonesia,tetapi sudah
dipakai sebelum kata-kata itu diserap dalam bahasa Indonesia,tetapi dalam
bahasa sansekerta,karena proses perubahan itu tidak merupakan sistem bagi
bahasa Indonesia,tetapi merupakan sistem bagi bahasa sansekerta.
C. Macam – Macam Proses Morfologi
Dalam bahasa Indonesia, peristiwa pembentukan kata ada tiga macam yaitu :
1. Pembentukan
kata dengan menambahkan morfem afiks pada bentuk dasar misalnya
menulis,pembagunan,dan makanan.Kata tulis terbentuk dari bentuk dasar
tulis dan morfem imbuhan { meN-}, kata pembangunan terbentuk dari
dasar bangun dan morfem imbuhan { peN-an } dan kata makanan terbentuk dari
bentuk dasar makan dan morfem imbuhan { -an }.
2. Pembentukan
kata dengan mengulang bentuk dasar. Misalnya murid-murid, mencari-cari,
memukul-mukul yang terbentuk dari dasar murid, mencari dan memukul dengan
morfem { ulang } kata diberi - diberikan dibentuk dari bentuk dasar diberikan
dan morfem { ulang }.
3. Pembentukan
kata dengan menggabungkan dua atau lebih bentuk dasar. Misalnya meja hijau,
tinggal landas, tempat gelap, dan mata kaki. Kata meja hijau terbentuk dari
bentuk dasar meja dan hijau; kata tinggal landas terbentuk dari bentuk dasar
tinggal dan landas; kata tempat gelap terbentuk dari bentuk tempat dan gelap;
kata mata kaki terbentuk dari bentuk dasar mata dan kaki.
Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa
berdasarkan proses pembentukannya dalam bahasa indonesia terdapat kata
berimbuhan, kata ulang dan kata majemuk.
D.MAKNA
GRAMATIKAL
Makna gramatikal adalah suatu makna yang sifatnya
berubah-ubah yang menyesuaikan dengan konteks penggunanya, yang dikarenakan
akibat terjadinya proses gramatikal terhadap kata-kata tersebut misalnya
seperti peng-imbuhan, pe-majemukan dan pengulangan.
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa arti/makna gramatikal adalah makna yang sifatnya
berubah-ubah berdasarkan proses gramatikal, sesuai dengan konteks dan terikat
dengan kata-kata lain yang mengikuti kata gramatikal.
Contoh makna gramatikal
1. Rumah makan (adalah rumah
yang menyediakan dan menjual makanan berat, contoh nasi, soto dan lain-lain).
2. Rumah bersalin (adalah
suatu tempat merawat dan membantu proses persalinan pada ibu hamil).
3. Berumah (adalah berarti
memiliki rumah/ bertempat tinggal).
4. Berumah-rumah (adalah
berarti suatu tempat yang terdiri dari banyak rumah (rumah yang lebih dari satu).
Berdasarkan dari penjelasan
yang telah dibahas diatas, maka yang dapat disimpulkan perbedaan makna leksikal
dan makna gramatikal adalah antara lain sebagai berikut :
Tabel perbedaan makna leksikal dan makna gramatikal
MAKNA LEKSIKAL
|
MAKNA GRAMATIKAL
|
Makna asli
|
Sesuai konteks
|
Bersifat tetap
|
Berubah-ubah
|
Berdiri sendiri
|
Terikat dengan
kata-kata lainnya
|
D. Pembentukan Kata di luar Proses Morfologi
Ada enam proses pembentukan kata-kata baru yaitu :
1. Studi
terhadap akronim sudah banyak dan sudah lama pula, apalagi akronimisasi
merupakan gejala yang semakin frekuentif saja, proses akronimisasi dalam
bahasa-bahasa nusantara pernah diteliti oleh Renward Bransetter dalam Hal Bunyi
Bahasa 2 Indonesia ( 1957 ). Dicontohkan akronim bahasa jawa misalnya
“paklik”(bapak cilik), “bangjo” (abang ijo) dalam bahasa sawu, ora enen “barang
sesuatu” diakronimkan menjadi ranen , dalam bahasa bugis, ponglila ‘lidah
belakang’ menjadi polila (Brandseter, 1957:95-96). Contoh : Pusdiklat ( Pusat Pendidikan
dan Pelatihan ), tongpes (kantong kempes).Pembentukan akronim tidak mempunyai
sistem yang jelas.Apakah yang diambil suku awal,tengah atau akhir kata tidak
bisa dipastikan.Pembentukannya lebih bersifat suka-suka.Dalam pusdiklat
misalnya,suku awal sebenarnya bukan pus,tetapi pu , demikian juga tidak ada
suku lat,tetapi la.Dari segi posisi sukunya,ini tidak beraturan ; pus ada
diawal tetapi dik dan lat ada ditengah.Remaja adalah biang lahirnya
akronim,misal : macan (manis dan cantik), lapendos (laki-laki penuh
dosa),sendu(senang duit),coper (cowok perhatian),dan lain-lain.
2. Abreviasi
adalah apa yang sehari-hari disebut ‘singkatan’ ( sudaryantu 1983 : 230 ) ,yang
diambil biasanya huruf depannya misal : ABC ( Anggota Bromo Corah), EGP(Emang
Gue Pikirin) pengucapannya ada yang dibaca sebagai huruf abjad misalnya
FKIP(ef-ka-i-pe) , ada yang tidak misalnya PPP (pe-tiga).
3. Abreviakronim
adalah gabungan antara akronim dengan abreviasi. Misal Polri ( Polisi Republik
Indonesia ), Pemilu ( Pemilihan Umum),dan lain-lain.
4. Kontraksi
atau pengerutan , misalnya begitu ( bagai itu ) , begini ( bagai ini )
(Sudaryanto 1983 : 232).Dalam bahasa jawa kita temukan ning (nanging)
; kawit di abreviakronimkan menjadi kit ; mau kae menjadi mangke
(Brandsetter 1957 : 96).
5. Kliping
adalah pengambilan suku khusus dalam kata yang selanjutnya dianggap sebagai
kata baru (Samsuri 1988 : 130). Misalnya influensa menjadi flu ; purnawirawan
menjadi pur saja ; profesional menjadi prof.
6. Afiksasi
pungutan tidak asing lagi,misal {anti-} (antikomunis,anti-kekerasan), {non-}
(nonformal,non-Amerika,non-pemerintah),{antar}(antar daerah, antarsiswa), {swa}
(swasembada, swadaya, swalayan). Dalam proses lebih lanjut jika sudah tidak
terasa keasingan, ia masuk sebagai keluarga afiks bahasa Indonesia misalnya :
-wan,-wati,-isme,-isasi yang sangat produktif,tidak terasa lagi bagi
afiks.Afiks tersebut sebenarnya hasil pungutan dari bahasa asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar